“Jika
kau tertarik, maka kemari dan lihatlah.” Katanya sambil berlahan menjauhi
ku di tengah hiruh pikuk aula kala itu.
…
.
“Oyyy!!!
Bangun cepet bangun, kamu pikir ini sudah jam berapa?!?!” teriakan keras itu
membuat ku terbangun, sesaat ku toleh jam wecker di sebelah kasur ku
menunjukkan pukul 06.30
“Ohh, aku telat ya?” jawab ku
sembari mengedarkan raungan ke seluruh penjuru ruangan
“Kakak, apa yang kamu pikirkan!
Cepat mandi atau aku siram pake air nih!!” kini dengan nada yang lebih di
tinggikan.
“Iya, iyaa.” Kata ku menyudahi
keributan di pagi ini.
Nama
dia Silvia, seorang gadis SMP dengan paras yang lumayan cantik bila ku
bandingkan dengan teman temanya, dia memiliki tubuh yang sedang, rambut panjang
(sepinggang) berponi, kulit putih dan tinggi yang ideal, senyumnya juga manis
akan tetapi akan sangat berbeda jika kau membuatnya marah. Silvia adalah adik
sepupu ku, yang sudah dua tahun tinggal dengan ku. Kami tinggal di rumah ayah
akan tetapi kami hanya tinggal berdua, ayah ku bekerja sebagai manager sebuah
perusahaan di Perancis, sedangkan ibuku bekerja sebagai bawahan ayah ku di
perusahaan yang sama. Sudah dua tahun lamanya tak berjumpa dengan mereka,
mereka menitipkan Silvia dengan harapan agar aku memiliki seorang yang rajin
meneriakiku untuk bangun setiap pagi, yaah.. persis dengan apa yang ia lakukan
pagi ini, “Kerja bagus nak” pikir ku saat kudapati diriku tengah menggosok gigi
di depan cermin dengan wajah yang di
paksakan untuk terjaga.
“Kakak, cepatlaah! Sarapan sudah
siap nih!” teriak adik kecil ku dari dapur.
Aku hanya diam dan melanjutkan
aktifitas ku secepat yang ku bisa, kalian tak tahu bagaimana amarah Silvia
ketika perkataannya tak dilaksanakan. Dasar gadis kecil yang menyeramkan.
“Nih cepetan di pake.” Serobotnya
sesaat aku keluar dari kamar mandi. Terlihat dari penampilannya yang sudah
sangat bersiap untuk berangakat sekolah. “Habis dipake, langsung kedapur. Udah
aku siapan tuh sarapannya, inget ya GAK PAKE LAMA!” segera ku kenakan baju
seragam ku yang sudah ia siapkan ketika ku yakin dia telah keluar dari kamar
ku. Setelah bersiap siap kuhampiri dapur dan kudapati adikku sedang menyantap
sarapannya sambil menonton sebuah film kartun pagi kesukaannya. Ku hampiri
dirinya sambil mengambil beberapa roti dan segelas susu hangat buatannya yang
ia letakkan di meja makan.
“Yuk jalan.” Ucap ku seusai
melahap sarapan ku pagi ini.
“Yuk” balasnya singkat.
Nama
ku Rio, seorang pelajar SMA tahun ke dua yang selalu tertarik akan sesuatu yang
janggal. Bisa dibilang aku penggila misteri, yah jika ada pekerjaan sebagai
detektif maka akan aku habiskan seluruh
hidup ku untuk memecahkan kasus. Waah alangkah senangnya jika itu
terjadi, oh iya aku hampir lupa kalau hari ini adalah pembukaan dari semester
baru. Biasanya sekolah akan mengadakan upacara penerimaan siswa baru serta
pembagian kelas dengan kata lain hari ini free, tidak belajar. Senannyaa.
Deeeggg…
“Perasaan apa ini?” aku seperti dapat merasakan aura kesepian yang teramat
dalam disekitar ku, ssshhhh.. seorang gadis melintas tepat di belakang ku
diantara desakan murid –murid lainnya, yap kami berada di ruang aula dalam
acara penerimaan murid baru yang secara otomatis akan membuat para siswa
berdesakkan dalam ruangan seluas ini. Aku penasaran akan apa yang aku rasakan,
aku harus mencari tau! Ku tengok orang – orang disekitar ku, tak ada! Dimana
dia? Seorang dengan aura seperti itu?
“Mencari ku?” sesaat ku mencari
ternyata dia sudah berada di hadapan ku dengan senyum yang menusuk hati.
Wajahnya putih pucat, badannya mungil disertai paras cantik dengan mata bulat
bagai bola bekel berwarna sangat hitam, walaupun saat ini dia sedang tersenyum
akan tetapi tatapannya kosong. Sontak aku menoleh ke bawah sekedar memastikan
apakah dia benar – benar mahluk hidup seperti ku, kakinya menyentuh ubin aula
sesuai dengan apa yang aku harapkan. “Jika kau tertarik, maka kemari dan
lihatlah.” Katanya sambil berlahan menjauhi ku
di tengah hiruh pikuk aula kala itu.
11C
pelang yang tertulis tepat di ujung atas dari pintu kelas yang kini berada di
hadapanku, yah inilah kelas baru ku dalam tahun ajaran baru ini aku masuk
kedalam kelas ini dengan ditemani beberapa orang yang tak ku kenal. Yaah teman
– teman ku saat kelas 10 sebagian besar berada di kelas 11A dan tentunya kelas
11A berada sangat jauh dari kelas ini. Aku memasuki ruangan kelas dengan
langkah yang mantap, berharap akan menemukan teman yang mengasyikkan seperti
tahun lalu. Pandangan ku tertuju pada sorang siswi yang duduk pada bangku di
sudut belakang kelas ini, yah dia adalah orang yang tadi! Orang misterius
dengan aura yang mengerikan !! segera aku arahkan langkah kaki ku menuju tempat
yg tepat berada di sampingnya. Yap aku putuskan untuk duduk disini disebelahnya
dan mengawasinya dari dekat. “Tak kusangka kita akan bertemu lagi disini. Kau
benar – benar menginginkan ku kan?” ucapnya dengan pandangan kosong lurus
kedepan. “Ingin kutunjukkan sesuatu yang menarik? Kelak kau akan mengetahuinya
ketika kau merasakan apa yang kurasakan, dan lagi akan kubuat kau
merasakannya.” Kini dia berbicara dengan menghadapkan wajahnya kepada ku
berhiaskan segaris senyum di bibirnya. Kelas hari ini berakhir dengan sejuta
tanya dalam benakku, apa yang dia maksud dan apa yang ia ingin tunjukkan
padaku?
Sebulan
berlalu semenjak hari itu, dan selama sebulan penuh pula tak sekalipun suara
terlontar dari mulutnya. Yah, dia tak pernah berbicara dia bahkan lebih memilih
untuk menulis apa yang ia ingin katakan, untuk menjawab sesuatu yang menurutnya
penting untuk dikatakan. Bahkan ia tak pernah berdiri sesenti pun dari tempat
duduknya. Tingkahnya membuat ku bertanya, apa yang kini ia rasakan? Apakah
gadis ini mengalami gangguan mental? Entah lah.
“Maukah
kau menjadi kekasih ku?” pernyataan seorang siswi sekelas dengan ku yang dengan
frontalnya mengatakan kalimat penuh arti di hadapan ku, sejenak aku berfikir
untuk siapa kata – kata itu ditujukan dan kusadari bahwa dia serius
mengatakannya kepadaku mengingat hanya ada Jessica yang tersisa di dalam kelas,
walaupun mungkin Jessica tak mendegarnya tak menutup kemungkinan dia
mendengarkannya dengan seksama, tak ada satupun yang mengetahui sifat Jessica
sejauh ini. “Ri, Rinea? Apa yang kau katakan? Apa kau serius?” Balas ku pada
gadis bermata empat ini.
“Tentu saja aku serius dengan mu
Rio! Maukah kau menjadi kekasih ku?” Ulangnya
“Aku tak tahu, aku juga tak yakin
akan perasaan ku. Bisa kau beri aku waktu sebentar? Aku masih belum siap jika
mendadak seperti ini.” Ucap ku gugup, ini adalah pertama kalinya seorang wanita
menyatakan perasaannya kepada ku secara langsung.
“Baiklah, ku tunggu jawaban mu
segera.” Jawabnya
Aku hanya membalasnya dengan
wajah bingung.
“Hanya itu yang ingin ku katakan,
maaf sudah mengganggu waktu mu. Aku akan pulang sekarang.” Katanya sambil
meninggalkan ku di koridor kelas. Kembali diriku kedalam kelas untuk merapihkan
beberapa buku pelajaran yang masih berserakan di meja ku.
“Kau mendengarnya?” kutujukan
untuk satu –satunya orang yang masih tersisa di dalam kelas, dan seperti biasa
tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Jessica, gadis misterius yang
pernah mengatakan kata – kata aneh padaku.
“Mulai menarik, aku mulai
menyukainya.” Kata Jessica, ini adalah kali ketiga dia berkata hal – hal aneh
padaku.
“Maksud mu?”
Tanpa jawaban, dan dia berlalu
meninggalkan ku dalam kebingungan, sendirian di dalam kelas.
…
Kriingg!!
Kriiinngg!! Kriingg, “Ooyy, sampai kapan kau akan terus tidur, pemalas!”
Bbyyuurr!! “Tuh rasain! Hahahaha!”
“SIILLLLVVVIIIIAAAAAAA!!!!”
Ruang
makan. “Sudah berapa kali aku katakana padamu untuk bangun lebih awal, hah?”
omelnya sambil menjilat sendok berisikan penuh selai kacang kesukaannya.
“Bukannya itu memang tugas mu?
Dan lagi untuk apa kau lakukan itu di hari minggu! MINGGU!!” ucap ku kesal
“Tak perlu dua kali kau
menyebutkannya, aku juga sudah tau. Tapi setidaknya kau bangun lebih pagi
sekali – sekali tak masalah kan?”
“Tentu saja itu sebuah masalah!”
“Yaampuun, sudahlah. Sekarang kau
cepat rapikan kamar –kamar, dan aku akan memasakkan sesuatu untuk mu.”
“Yah yaahh.”
“Dan satu lagi, ingat janji mu
kan?”
“Baik, aku akan mengantarkan mu
belanja.”
“Teheee..”
Terlihat
pemandangan renggang dalam supermarket ini, yah.. karena jam segini (13.00)
keadaan di supermarket memang sedang sepi – sepinya di bangingkan pagi hari,
Silvia tak suka dengan keramaian adik kecil ku ini memang bersifat tertutup
dengan orang yang tak dikenalnya. Itulah ala an mengapa dia tak memiliki
pasangan sampai saat ini, ah! Mengingat masalah pasangan, aku jadi ragu dengan
jawaban apa yang akan kuberikan kepada Rinea. Aku tak tahu apakah aku
menyukainya atau tidak.
“Oy, Silvia!”
“Apa?”
“Kau tahu, walaupun sepi ada
banyak orang disni. Jadi bisakah kau melepaskan genggaman tangan mu? Malu tau!”
sambil ku coba untuk melepaskan tangan dari mahluk ini.
“Biarin! Weeekk! Yang malu
siapa?”
“Dasar Jones!”
Terlihat
sosok yang ku kenal di depan sana, Rinea! apa yang sedang ia lakukan disini?
bukan, mengapa dia ada disni? “Sil, kita harus cepetan pergi!” kata ku sambil menarik
tangannya.
“Ada apa sih kak? Belum juga
selesai!” bentak Silvia setelah tak berada dari pandangan Rinea
“Nggak, perasaan ku lagi gak enak
nih. Pulang yah!” bujukku. Setelah perselisihan cukup panjang akhirnya Silvia
berhasil ku ajak pulang. Ampun, jangan lagi dah!
“Silviaa, malam ini makan apa
ya?” teriakku dari kamar sembari mengerjakan PR.
“Ini nih ada sup.” Balasnya,
waahh adik kecil yang bisa di andalkan. Yah.. rasa lapar pada perut ku tak bisa
di tahankan lagi, dan sekarang juga sudah waktunya makan malam. Ku serobot
seperangkat alat makan di dapur dan tak terlupakan sup yang sudah dijanjikan
Silvia ku tuangkan dalam mangkuk. Saat kuraih sendok dan membuka panci, aku
merasakan ada yang kurang. “Dimana dagingnya!?” ucap ku kaget, “Lah salah
sendiri ngajakin pulang, nah sekarang nikmatin tuh menu vegetarian.” Ejeknya, mungkin
ini adalah resiko yang harus ku tanggung lantaran tak ingin Rinea salah paham.
Apa jadinya jika Rinea sampai melihat ku bergandengan dengan adikku? “Bisa
panjang urusannya” gumam ku.
…
Pagi
ini aku berjalan ke sekolah seperti biasa, “hanya saja ada seorang gadis kecil
yang mengikuti ku sambil menggandeng tanganku.” Tatapan mata gadis itu tertuju
pada ku, melihat ku dengan penuh rasa curiga. “Kakak lagi ngomongin aku ya?!”
oh.. bisa baca pikiran rupanya. Sekolah ku dengan adik manis ku memiliki arah
yang sama bahkan tempat yang berdekatan, jadi tak jarang aku berangkat bareng
dengannya. Walaupun dia masih seorang bocah SMP, tapi tubuhnya menyerupai anak
SMA dan kesalah pahaman oun sering terjadi diantara kami, anehnya Silvia tak
pernah menanggapinya dengan serius “Adik yang aneh.” Fikir ku. Sejauh ini tak
ada yang aneh hingga suatu hal yang tak diinginkan pun terjadi. Aku berjalan
menuju pintu gerbang sekolah ditemani Silvia dengan gandengan tangannya yang
erat, dan Rinea tepat berada di depan kami, di depan pintu masuk sekolah ku.
Tatapan Rinea sekan – akan tak terima atas apa yang kini ia lihat di depannya,
“Sial!” gumamku. Rinea pun langsung berlari ke dalam sekolah, dan sepertinya
Silvia tak memperhatikannya “Oh iya kak, aku mau kasih sesuatu nih biar kakak
semangat belajarnya. Tutup matanya dulu dong.” Bisa bisanya dia memberiku
hadiah, sedangkan seorang gadis sedang bersedih akan kesalah pahamannya
sendiri. “Baiklah aku tutup mataku.” Kuikuti perintahnya, mungkin dia hanya
memberikan sebuah permen yang ia beli kemarin karena dia sudah biasa melakukan
ini. “Cuuuppp..” sebuah ciuman mendarat telak di pipiku
“Oy ngapain sih?!” bentakku
“Hehe.. dah yaa, aku mau sekolah
dulu.” Ucapnya dengan enteng.
Dan
dibalik itu semua, seorang memperhatikan kami dari kejauhan. Dengan tatapan
penuh keyakinan dan sebuah senyum kemenangan. Jessica, apa yang ia lakukan
dengan memperhatikan ku seperti itu?! Apapun itu, masih merupakan sebuah
misteri yang ia simpan.
Sesampainya
aku didalam kelas, terlihat sosok Rinea dengan tatapan kosong terduduk di
kursinya yang tepat berada di depan tempat duduk Jessica dan pastinya dekat
dengan ku. Wajahnya yang selalu menyambut kehadiran ku dengan sebuah senyuman
hangat kini berubah dengan tatapan sedih bagaikan orang frustasi. Bagaimana aku
menjelaskan kesalah pahaman ini pada Rinea? Jika dia sendiri merasa tertekan
seperti itu, ada sebuah niatan untuk menerimanya dalam benakku dan lagi aku tak
tega melihat seorang gadis mengalami tekanan seperti ini. Jessica yang duduk
tepat di belakangnya hanya diam seperti biasa tanpa melakukan gerakan yang
menurutnya tak penting, yah.. memang seperti itulah seharusnya. Dan bunyi bel
tanda mulainya pelajaran pun bordering dengan pikiran ku yang tak terfokus pada
pelajaran sama sekali.
“Sreg..”
sebuah bunyi yang tak biasa berasal dari sebelah ku tepat dimana Jessica duduk
terdengar nyaring ketika jam pelajaran pagi ini usai. Saat kutolehkan hadapan
ku kearah sumber bunyi tersebut, kudapati Jessica tak berada disana. “Hey, aku
sudah melihat semuanya, apakah kau masih penasaran dengan ku? Apakah kau ingin
melihat sesuatu yang menarik? Apakah kau juga ingin merasakan apa yang selama
ini kurasakan? Sekarang kau mendapatkannya, apa yang kurasakan kini akan
menjadi milik mu.” Sebuah suara yang sudah lama ingin kudengar sekarang mulai
berdengungan di telingaku, kusadari bahwa seorang yang ingin kuketahui
keberadannya sudah berada di belakang ku, dengan posisi mulut yang sedikit di
dekatkan kearah telingaku agar aku bisa mendengar kata – kata yang ia lontarkan.
“Maksud mu?!” teriakku sambil
menoleh kebelakang
“Lihat saja nanti.” Ucapnya
sambil kembali ketempat duduknya. “Jessica, apa yang ingin kau tunjukkan
padaku?” gumam ku penasaran. Pemandangan yang tak biasa lainnya pun terjadi
lagi, Jessica yang berwatakan tak ingin mengeluarkan tenaga untuk hal yang
menurutnya tak perlu sekarang mulai memajukan posisi tubuhnya dan mendekatkan
kepalanya kepada telinga seorang siswi frustasi di depannya. Dia membisikkan
sesuatu kepada Rinea, seketika itu pula Rinea mulai menangis dan beranjak dari
tempatnya, berlari sekencang mungkin keluar kelas hingga tepat pada pintu kelas
yang terbuka lebar. “Zraatttt…” sebuah kepala melayang menuju kelas, sosok
wajah dalam kepala itu sangat khas bagi ku. “Riinnneeeaaaaaaaaa!!!” teriakku
saat tersadar bahwa sosok wajah dalam kepala tersebut adalah Rinea. Teriakanku
pun disambut spontan olah seisi orang dalam kelas, “Semuanya! Harap tenang!”
jangan ada satupun yang boleh meninggalkan kelas sebelum polisi datang dan
jangan ada yang berani menyentuh ataupun mendekati jasat Rinea!” Peringatan ku
mengheningkan kericuhan dalam kelas. Pemandangan seperti ini adalah yang
pertama bagi ku, melihat sosok gadis tanpa kepala tergeletak di depan kelas
dengan darah yang tercecer dimana – mana, segera aku berlari kedepan kelas dan
terlihat kepala Rinea yang terlepas dari tubuhnya dengan wajah yang menghadap
padaku menunjukkan ekspresi sedih seakan ingin mengatakan “Rio, aku membenci
mu” pada ku. Bayangan ku pun mulai tak terkendali pikiran ku kacau, dan disaat
yang sama terlihat senyum bahagia Jessica di sudut ruangan kelas ini tepat di
bangkunya terduduk manis sembari melihat pemandangan depan kelas dengan
girangnya. “Psikopat! Dia adalah seorang psikopat!” fikir ku, bagaimana dia
bisa duduk sambil tersenyum kegirangan sedangkan seorang teman sekelasnya
sedang tergeletak tanpa nyawa di hadapannya? Walau aku curiga dengannya, tetapi
aku tak bisa membuktikan apapun untuk menuduhnya.
Beberapa
saat kemudian polisi pun datang, dan membeberkan beberapa alat yang digunakan
dalam kasus pembunuhan kali ini. Dalam olah TKP (Tempat Kejadian Perkara)
polisi menemukan seutas benang yang terikat pada paku yang tertancap pada
tembok, benang yang sangat tipis bagaikan rambut dan memiliki tingkat ketajaman
yang melebihi silet. Selain itu polisi juga menemukan dua buah paku paying yang
satunya tertancap dengan ikatan tali dan satunya tak berisi ikatan ataupun
bekas ikatan, kedua paku tersbut tertancap pada tembok disebelah mulut pintu
dan bersebrangan dengan posisi yang sama. Polisi melakukan otopsi pada mayat
Rinea dengan membayanya ke rumah sakit terdekat beserta alat pembunuhan setelah
memasang garis polisi di depan kelas kami.
“Hmm, menarik.” Gumam seorang pria dengan jaket tebal tak kalah saing
dengan kumis panjangnya. Terdapat tulisan detektif pada sisi dada sebelah kiri
jaket tersebut dan nama yang bertuliskan Jhon tepat dibawah tulisan detektif.
“Adakah yang tahu persis bagaimana peristiwa ini terjadi?” sambungnya. “Saya
melihat dengan jelas bagaimana korban tewas, dia berlari kencang dan tiba –
tiba, tiba – tiba dia, kepalanya..” tampak wajah ketakutan seorang gadis di
kelas ku ketika menjelaskan apa yang ia lihat dan apa yang ia ingat tentang
peristiwa tragis di depan matanya.
“Jika di analogikan, korban
berlari sangat kencang ke arah pintu yang sudah berisikan benang yang diikatkan pada dua buah paku yang sudah di
persiapkan oleh pelaku. Jika seperti
ini maka pembunuhan ini adalah
pembunuhan acak.” Ungkap detektif tersebut.
“Jika memang ini adalah
pembunuhan acak, maka kemungkinan berhasilnya sebuah pembunuhan akan sangat
kecil. Mengapa? Karena jika pembunuhan acak akan sangat kecil kemungkin korban akan berlari, iya kan?
Bagaimana jika saat itu korban hanya berjalan, maka yang terjadi adalah benang
tersebut tak akan bisa memutus leher korban dan pembunuhan pasti akan gagal
total.” Timpal ku.
“Wah, boleh juga kamu anak muda.
Lalu bagaimana dengan tali yang diikatkan kepada dua buah paku pada mulut pintu
tersebut? Jika kita lihat ini sudah jelas dilakukan secara acak, mungkin saja
ada kemungkinan bahwa pelaku tak berniat membunuh korban dan mungkin saja
pelaku hanya ingin berbuat iseng.” Jelas detektif ini. Mungkin ada benarnya
juga apa yang ia katakan, akan tetapi apa iya seseorang iseng dan tanpa sengaja
membunuh orang lain akibat perbuatan isengnya?
“Baiklah, agar leih tepat.
Bagaimana jika saya menanyakan alibi tiap – tiap murid kelas ini? Dimulai dari
kamu.” Pintanya pada ku.
“Saya hanya terdiam saat itu di
bangku saya. Dan menurut saya semua siswa disini melakukan hal yang sama,
karena sesaat setelah korban tewas tak ada satupun yang keluar kelas sampai
sekarang.” Jelas ku
“Mengapa?”
“Karena saya yang memintanya.”
“Tetapi, pasti ada hal detil yang
mereka lakukan kan?”
“Emm, permisi. Bisakah saya
membuang sampah sebentar?” potong seorang siswi yang tak lain adalah Jessica
dengan sebuah penggerot di tangannya. “Penggerot ini sudah penuh.” Ucapnya
kalem.
“Ohh, silahkan.” Balas detektif
Jhon.
Petugas
dari tim otopsi pun kembali sesaat setelah Jessica keluar dari kelas menuju
tempat sampah yang tepat berada di depan kelas kami, mungkin mereka berpapasan
di depan pintu kelas. Mereka menemukan adanya zat luminol pada benang dan
sedikit pada masing – masing paku, namun ada yang aneh. Zat luminol pada paku
payung tersbut terletak pada bentuk payung dari paku dan untuk paku yang
satunya lagi terletak pada bentuk payung dan batang dari paku tersebut. Jam
sudah menunjukkan pukul 15.30 sudah tujuh jam kasus ini berlangsung, tanpa
titik terang. Jessica pun kembali ke tempat persemayamannya setelah beberapa
menit membuang sampah hasil rautannya.
“Drrtt..
drrrttt..” sebuah getaran dalam saku celana ku membuyarkan semua pemkikrian
dalam kasus ini, segera ku rogoh saku celana dan kudapati sumber getaran
tersebut berasal dari handphone ku.
Silvia incalling, begitulah yang
tertera dalam layar handphone dalam
genggaman ini. Segera kuangkat telfon masuk darinya dan,”Kakak! Ada apa
disekolah kakak! Kenapa rame? Kenapa ada mobil polisi? Kenapa belum pulang jam
segini?” bertubi – tubi pertanyaan dilontarkan oleh adik kecil ku tanpa henti.
“Silviaaa, tenang aja. Gak ada apa –apa sama kakak, cuma yaa.. ini ada kasus
pembunuhan di kelas. Jadinya kakak pulang agak telat, maaf yaa.. sudah buat
kamu khawatir, bisa kakak tutup telfonnya?” balas ku. “Okedeh kak, tapi jemuran
dirumah dirumah diobrak – abrik loh sama anak tetangga, gara – gara rebutan
layangan putus, jadi cepet pulang ya kak. Oh iya hati – hati yah..” tuut..
tuut.. tuut..
“Dasar adik aneh, aku kira dia
bakal khawatir tentang masalah ku. Eh malah jemuran yang di bahas.” Gumam ku.
Tunggu dulu, apa dia tadi ada menyebutkan tentang layangan putus? Layangan
putus dengan tali kan? Dan apa yang akan dilakukan seseorang jika layangannya
sudah putus? Wah wahh, jadi begitu ya. Titik terang dari kasus ini sudah mulai
terlihat, dan aku akan membalas semua rasa putus asa ini pada mu. “Lihat saja
nanti, akan kubongkar kejahatan mu.” Ucap ku sinis dalam hati sambil kulihat
wajah Jessica di sudut sana.Tobe Continue ~
Lanjutannya di tunggu minggu depan yah.. Thanks udah mau kunjungan :)