“Kamu mau gak
jadi pacar aku?” ungkap ku dengan penuh senyum
kebahagiaan bergenggamkan kepercayaan tinggi akan jawaban yang ingin
kudengar. Ku lihat wajahnya tersipu malu dengan kepala yang sedikit dinaik
turunkan berhias bibir yang sedikit terbuka berbisikan kata “Aku mau.” Walaupun
sangat kecil namun aku bisa mendengarnya dan itulah sebuah jawaban manis yang
ingin kudengar. “Lalu pejamkanlah mata mu sebentar, ada sesuatu yang mau tak
kasiin.” Kata ku serambi mengobrak abrik isi tas dalam gendongan ku. “Haha..
ini dia senjata pamungkasnya.” Gumam ku. Terlihat bahwa dirinya tidak dengan
benar menutup matanya, tergambar dengan jelas rasa ingin tahu akan apa yang
akan aku lakukan padanya. “Tenang aja, aku ada hadiah kok, benerin dong nutup matanya.”
Jelas ku padanya, berharap rasa ingin tahunya sedikit berkurang. Ada yang gak
beres dengannya, posisinya jelas menunjukkan seorang yang tak berniat menutup
mata, dengan cekatan ku gunakan tangan ku untuk menutup matanya, yaah.. karena
telapak tangan ku lumayan besar untuk mendekap wajahnya yang kecil itu. Saat ku
yakin bahwa dia takkan bisa melihat, kugunakan tangan ku yang lainnya untuk
meraih hadiah yang akan kuberikan padanya. Sebuah benda yang terbungkus rapi
oleh kemasan awalnya, jika itu orang lain maka akan diselimuti dengan kertas
kado tapi aku hanya membiarkannya seperti keadaan saat aku beli, karena apa?
Karena aku membelinya di mini market
tadi pagi sebelum berangkat sekolah (inilah derita anak yang dilarang pacaran
dengan ortu L) Yap.. sebuah coklat berada di genggaman ku,
sesuatu yang selalu dan akan selamanya diperuntukkan sebagai lambing dari cinta
kasih ku pada seseorang. “Tolong buka telapak tangan mu.” Tanpa banyak fikir
dia turuti permintaan ku. Rencana yang sudah ku pikirkan sejak tadi malam pun
kini kulaksanakan, kutaruh coklat hadiah ku di telapak tangannya, tertulis
jelas merek dari coklat tersebut bertuliskan Silv*r Q*een. Angin berhembus disela sela peristiwa itu, seperti
sedang asyik memperhatikan drama kami di kala senja sesaat sebelum aku mulai
mendekatkan kepalaku dengan kepalanya. Terlintas keinginan untuk mengecup bibir
mungilnya, dan tanpa sadar kudapati bibir kami sudah menempel satu sama lain
dengan kepala ku yang sedikit ku miringkan ke kanan, terasa bahwa dia sedikit
memberontak walaupun lama kelamaan ikut terhanyut dalam susasana romantis di
lorong kelas.
Terisak air mata
ku saat mengenang masa – masa terindah itu. Saat diri ini mulai menjalin
hubungan yang sangat dekat dengannya, hubungan yang sudah kami jalani selama
empat bulan lebih, penuh dengan canda,
tawa, bahkan air mata kekesalan antara satu dengan lainnya. Walaupun hubungan
kami harus kusudahi lantaran sebuah masalah yang membuat ku tak henti henti
berlinang air mata, aku akan tetap mengenang apa yang telah ia berikan padaku.
Aku ingin perpisahan ini berakhir tanpa adanya rasa dendam dan kesal, mari kita
kembali lagi seperti sedia kala disaat kita baru saling mengenal satu sama
lain. Berteman tanpa dibumbui rasa cinta yang kini telah memisahkan kita.
Selamat tinggal ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar