Minggu, 25 Mei 2014

Selamat Tinggal



“Kamu mau gak jadi pacar aku?” ungkap ku dengan penuh senyum  kebahagiaan bergenggamkan kepercayaan tinggi akan jawaban yang ingin kudengar. Ku lihat wajahnya tersipu malu dengan kepala yang sedikit dinaik turunkan berhias bibir yang sedikit terbuka berbisikan kata “Aku mau.” Walaupun sangat kecil namun aku bisa mendengarnya dan itulah sebuah jawaban manis yang ingin kudengar. “Lalu pejamkanlah mata mu sebentar, ada sesuatu yang mau tak kasiin.” Kata ku serambi mengobrak abrik isi tas dalam gendongan ku. “Haha.. ini dia senjata pamungkasnya.” Gumam ku. Terlihat bahwa dirinya tidak dengan benar menutup matanya, tergambar dengan jelas rasa ingin tahu akan apa yang akan aku lakukan padanya. “Tenang aja, aku ada hadiah kok, benerin dong nutup matanya.” Jelas ku padanya, berharap rasa ingin tahunya sedikit berkurang. Ada yang gak beres dengannya, posisinya jelas menunjukkan seorang yang tak berniat menutup mata, dengan cekatan ku gunakan tangan ku untuk menutup matanya, yaah.. karena telapak tangan ku lumayan besar untuk mendekap wajahnya yang kecil itu. Saat ku yakin bahwa dia takkan bisa melihat, kugunakan tangan ku yang lainnya untuk meraih hadiah yang akan kuberikan padanya. Sebuah benda yang terbungkus rapi oleh kemasan awalnya, jika itu orang lain maka akan diselimuti dengan kertas kado tapi aku hanya membiarkannya seperti keadaan saat aku beli, karena apa? Karena  aku membelinya di mini market tadi pagi sebelum berangkat sekolah (inilah derita anak yang dilarang pacaran dengan ortu L)  Yap.. sebuah coklat berada di genggaman ku, sesuatu yang selalu dan akan selamanya diperuntukkan sebagai lambing dari cinta kasih ku pada seseorang. “Tolong buka telapak tangan mu.” Tanpa banyak fikir dia turuti permintaan ku. Rencana yang sudah ku pikirkan sejak tadi malam pun kini kulaksanakan, kutaruh coklat hadiah ku di telapak tangannya, tertulis jelas merek dari coklat tersebut bertuliskan Silv*r Q*een. Angin berhembus disela sela peristiwa itu, seperti sedang asyik memperhatikan drama kami di kala senja sesaat sebelum aku mulai mendekatkan kepalaku dengan kepalanya. Terlintas keinginan untuk mengecup bibir mungilnya, dan tanpa sadar kudapati bibir kami sudah menempel satu sama lain dengan kepala ku yang sedikit ku miringkan ke kanan, terasa bahwa dia sedikit memberontak walaupun lama kelamaan ikut terhanyut dalam susasana romantis di lorong kelas.
Terisak air mata ku saat mengenang masa – masa terindah itu. Saat diri ini mulai menjalin hubungan yang sangat dekat dengannya, hubungan yang sudah kami jalani selama empat bulan lebih, penuh dengan  canda, tawa, bahkan air mata kekesalan antara satu dengan lainnya. Walaupun hubungan kami harus kusudahi lantaran sebuah masalah yang membuat ku tak henti henti berlinang air mata, aku akan tetap mengenang apa yang telah ia berikan padaku. Aku ingin perpisahan ini berakhir tanpa adanya rasa dendam dan kesal, mari kita kembali lagi seperti sedia kala disaat kita baru saling mengenal satu sama lain. Berteman tanpa dibumbui rasa cinta yang kini telah memisahkan kita.

Selamat tinggal ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar